Index

Senin, 14 Mei 2012

Pengertian Filologi
  1. Pengertian Filologi
a.       Filologi berasal dari bahasa Yunani philein, "cinta" dan logos, "kata". Filologi merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah manuskrip, biasanya dari zaman kuno.
  • Menurut Kamus Istilah Filologi (Baroroh Baried, R. Amin Soedoro, R. Suhardi, Sawu, M. Syakir, Siti Chamamah Suratno: 1977), filologi merupakan ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraan-nya
  • Sementara itu dalam Leksikon Sastra (Suhendra Yusuf: 1995) dikatakan bahwa dalam cakupan yang luas filologi berarti seperti tersebut di atas, sedangkan dalam cakupan yang lebih sempit, filologi merupakan telaah naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik, dan makna yang terkandung di dalam naskah itu.
  • Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain) (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain: 1994) menekankan bahwa filologi meneliti dan membahas naskah-naskah lama sebagai hasil karya sastra untuk mengetahui bahasa, sastra, dan budaya bangsa melalui tulisan dalam naskah itu.
  • Sementara W.J.S. Poerwadarminta (1982) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia lebih menekankan bahwa filologi mempelajari kebudayaan manusia terutama dengan menelaah karya sastra atau sumber-sumber tertulis.
  •  Koentjaraningrat, dkk. (1984) dalam Kamus Istilah Antropologi mengungkapkan filologi sebagai ilmu yang mempelajari bahasa kesusastraan dan sejarah moral dan intelektual dengan menggunakan naskah kuno sebagai sumber.
  • Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986) dalam Pemandu di Dunia Sastra mengungkapkan asal kata filologi, yaitu “philos” dan “logos” yang berarti cinta terhadap kata. Sementara itu tugas seorang filolog adalah membanding-bandingkan naskah-naskah kuno untuk melacak versi yang asli, lalu menerbitkannya dengan catatan kritis.
  •  Webster’s New Collegiate Dictionary (1953) mendefinisi-kan filologi ke dalam tiga hal, yaitu:
-         cinta pengetahuan atau cinta sastra, yaitu studi sastra, dalam arti luas termasuk etimologi, tata bahasa, kritik, sejarah sastra dan linguistik;
-         ilmu linguistik;
-         studi tentang budaya orang-orang beradab sebagaimana dinyatakan dalam bahasa, sastra, dan religi mereka, termasuk studi bahasa dan perbandingannya dengan bahasa serumpun, studi tata bahasa, etimologi, fonologi, morfologi, semantik, kritik teks, dll.
i.         Dictionary of World Literature (Joseph T. Shipley, ed.: 1962) memuat definisi filologi secara panjang lebar. Dalam kamus ini dijelaskan asal kata filologi dan orang-orang yang pertama kali menggunakan kata itu. Di samping itu dijelaskan pula perkembangan ilmu filologi di beberapa tempat. Misalnya pada abad ke-19 istilah filologi di Inggris selalu berhubungan dengan ilmu linguistik. Filologi juga termasuk dalam teori sastra dan sejarah sastra. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa kritik sastra tidak mungkin ada tanpa filologi.
Jika setiap definisi tersebut kita cermati lebih lanjut, setidak-tidaknya sebagian kecil dari masing-masing definisi ada yang sama. Setiap definisi menggolongkan filologi sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan. Filologi berhubungan erat dengan bahasa, sastra, dan budaya. Filologi menelaah bahasa, sastra, dan budaya itu dengan bersumber pada naskah-naskah kuno. Dari naskah-naskah kuno itu dapat diketahui pula perkembangan bahasa, sastra, budaya, moral, dan intelektual suatu bangsa 
A. Ilmu Bantu Filologi 
Sebagaiman kita ketahui objek dari penelitian filologi ialah naskah yang berisikan teks-teks kunoyang merupakan karya dari pemikiran-pemikiran masyarakat zaman dahulu. Untuk mengethui pemikiran-pemikiran itu kita harus menguasai ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan teks tersebut. Penguasan bahasa teks tida terlepas dari pemahaman terhadap masyarakat penghasil karya tersebut. Dengan demikian, teks tersebut harus dilihat dari konteks masyarakat dan bangsa yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa dalam kajian filologi kita membutuhkan beberapa ilmu sebagai penunjang dan penguat dari penelitian filologi teresebut. Seorang ahli filolog harus menguasai kebudayaan, bahasa, dan pengetahguan dari masyarakat yang menghasilkan karya tersebut.
a. Lingguistik
Linguistik merupakan suatu ilmu yang mempelajari bahsa yang berkembang dalam masyarakat dan perkembangannya. Karena bahasa teks sangat berbeda denagng bahasa sehari-hari masyarakat, maka seorang filolog harus menguasai lingguistik. Lingguistik pada mulanya merupakan bagian atau cabang ilmu dari filologi yang dipakai dalam metode penelitian filologi. Pada awal abad 20, lingguistik memisahkan diri dan menjadi salah satu disiplin ilmu yang berkembang di Eropa.
Dalam lingguistik, ada beberapa cabang ilmu yang dapat membantu dalam penelitian filologi, diantaranya sebagai berikut :
Etimologi : ilmu yang mempelajari asal-usul kata dan sejarah kata.
Sosiolingguistik : ilmu yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antar perilaku bahasa dangan perilaku masyarakat.
Stalistika : cabang ilmu yang mengamati gaya bahasa, ilmu ini di usahakan agar dapat menyelidiki keaslian naskah, dan menentukan usia naskah.
b. Pengetahuan Bahasa yang Mempengaruhi Bahasa Teks
Seorang filolog dalam penelitian naskah, ia harus paham bagaimana sebuah bahasa dapat mempengaruhi bahasa teks. Maksudnya dalam sebuah naskah terdapat beraneka ragam teks yang memiliki bahasa berbeda-beda, untuk itu para filolog harus mengenal atau mengetahui bahsa man yang telah menguasai isi nasakah tersebut. Pengetahuan bahasa ini dapat membantu filolog dalam memahami sebuah naskah.
c. Paleografi
Ilmu yang mempelajari tentang macam-macam tulisan kuno.[1] Filologi tidak hanya membahas tulisan yang berupa naskah, tetapi filologi juga membahas tulisan yang berada di benda-benda lainnya seperti makam, prasasti, dan uang logam. Dalam pengkajian filologi, seorang filolog di harus mengetahui dan mengerti akan macam-macam dan betuk tulisan kuno yang berkembang saat itu.
Paleografi biasanya bertujuan untuk :
Mengalihbahasakan naskah bertulisan kuno, supaya dapat dibaca oleh masyarakat umum.
Menerjemahkan tulisan kuno ke bahasa yang dapat orang memahaminya.
Mengkronologikan dan mengelampokan benda-benda bersejarah pada tempatnya.
d. Ilmu Sastra
Naskah kuno yang berkembang di nusantara pada umunya berisi teks sastra, teks yang berisikan cerita rekaan. Untuk menkaji teks seperti itu diperlukan metode pendekata yang sesui dengan objeknya, yaitu metode pendekatan ilmu satra. [2]
Pendekatan ilmu sastra yang dipakai dalam pengkajian naskah-naskah yang berisikan teks sastra ialah :
Pendekatan mimetik, pendekatan yang menonjolkan aspek referansil.
Pendekatan pragmatik, pendekatan yang menojolkan penagruh karya sastra terhadap pembaca.
Pendekatan ekspresif, pendekatan yang menonjolkan penulis karya sastra sebagai penciptanya.
Pendekatan objektif, pendekatan memetingkan karya sastra sebagai struktur otonom, lepas dari latar belakang sejarahnya.
Selain empat dari pendekatan di atas, baru-baru ini ada satu lagi pendekatan yang dibahs oleh para sastrawan modern, pendekatan resptif, pendekatan ini menitikberatkan kepada tanggapan pembaca atau penikmat sastra ( secara umum ),
e. Pengetahuan tentang Agama
Selain naskah yang berisikan teks sastra, naskah-naskah lainnya yang berkembang di nusantara ialah naska yang berisikan teks agama ( Islam, Budha dan Hindu ). Untuk memahami teks-teks yang berbau keagamaan seorang filolog harus menguasai seluk beluk agama yang memiliki naskah tersebut. Dalam penelitiannya, filolog memakai metode pendekatan agama.
f. Sejarah Kebudayaan
Dalam pengkajian secara historis terhadap karya-karya lama diperlukan pengetahuan sejarah kebudayaan. Lewat sejarah kebudayaan dapat diketahui pertumbuhan dan perkembangan unsur budaya suatu bangsa. Kita mempelajari kebudayan suatu masyarakat untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman masyarakat pada waktu itu dalam menuliskan pemikirannya dalam sebuah karya tulisan ( naskah ).
g. Antropologi
Telah dijelaskan di muka bahwa penggarapan naskah tidak dapat dilepaskan dari konteks masyarakat dan budaya yang melahirkannya. Untuk itu seorang filologdapat memnfaatkan hasil kajian atau metode antroplogi sebagai ilmu yang objek penyelidikanya manusia dari segi fisiknya, masyarakatnya dan kebudayaannya. Masalah yang bersangkutan dengan antropologi antara lain adanya sikap masyarakat dalam pemeliharaan naskah tersebut, apakah masyrakat menganggapnya sebagai benda kramat atau tidak .
Dalam perkembangan antroplogi, pada abad ke-20, folklor memisahkan diri dari cabang ilmu antroplogi. Folklor merupakan ilmu yang mempelajari tentang bahasa lisan dan upacara-upacara yang dianggap kramat oleh masyarakat. Bahasa lisan yang menjadi objek bagi folklor sangat membantu filolog dalam memahami dan mempelajari bahasa lisan suatu masyarakat. 
Sejarah Perkembangan Filologi
Ilmu filologi Yunani lama merupakan ilmu penting yang menyajikan kebudayaan Yunani lama yang tetap berperan dalam memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai sumber dari segala ilmu pengetahuan, namun tidak hanya berpengaruh dalam dunia barat tetapi juga kawasan timur tengah, Asia dan asia Tenggara, dan kawasan Nusantara. Ilmu filologi pun berakar pada kebudayaan Yunani kuno.
A. Filologi di Eropa Daratan
Ilmu filologi berkembang di kawasan kerajaan Yunani, yaitu di kota Iskandariyah di benua Afrika pantai utara.
1. Awal Pertumbuhannya
Awal kegiatan filologi di kota Iskandaria oleh bangsa Yunani pada abad ke-3 S.M. dengan membaca naskah Yunani lama yang mulai ditulis pada abad ke-8 S.M. dalam huruf Yunani kuno (Huruf bangsa Funisia). Naskah itu berkali-kali disalin sehingga mengalami perubahan dari bentuk aslinya.
Para penggarap naskah-naskah itu dikenal dengan ahli filologi, di cetus oleh Eratosthenes. Para ahli filologi memiliki ilmu yang luas karena dalam memahami isi naskah perlu mengetahui huruf, bahasa, dan ilmu yang dikandungnya. Dan kemudian menuliskannnya kembali sehingga dapat diketahui oleh masyarakat pada waktu itu.
Metode yang digunakan untuk menelaah naskah dikenal dengan ilmu filologi. Metode taraf awal berkembang dari abad ke abad hingga kini. Para ahli menguasai ilmu dan kebudayaan Yunani lama yang dikenal dengan aliran Iskandariyah.
Naskah yang ditulis oleh para budak belian yang diperdagangkan di sekitar laut tengah ini bertujuan untuk kegiatan perdagangan. Namun sering terjadi penyimpangan karena tidak memiliki kesadaran terhadap nilai keotentikan naskah lama. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan yang musti dilakukan oleh ahli filologi. Kerusakan atau kekorupan bahasa terjadi karena ketidaksengajaan, bukan ahli dalam ilmu yang ditulis, atau karena keteledoran penyalin.
Sesudah Iskandariyah jatuh ke dalam kekuasaan Romawi, kegiatan filologi berpindah ke Eropa selatan, berpusat di kota Roma dengan melanjutkan filologi Yunani (meneruskan mazhab Iskandariyah) yang tetap menjadi bahan telaah utama dan bahasa Yunanai tetap digunakan. Pada abad ke-1 perkembangan tradisi berupa pembuatan resensi terhadap naskah berkelanjutan hingga pecahnya kerajaan Romawi pada abad ke-4 menjadi kerajaan Romawi Barat dan Romawi Timur. Dan mempengaruhi perkembangan filologi selanjutnya.
2. Filologi di Romawi Barat
a. Filologi di Romawi Barat Penggarapan di arahkan kepada naskah-naskah dalam bahasa latin yang berupa puisi dan prosa, sejak abad ke-3 telah digarap secara filologi. Bahasa latin menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Adapun telaah naskah keagamaan yang dilakukan oleh pendeta dan berakibat pada naskah Yunani yang mulai ditinggalkan, bahkan dipandang naskah yang berisikan paham jahiliyah sehingga terjadi kemunduran.
b. Filologi di Romawi Timur Telah muncul pusat-pusat teks Yunani, misalnya di Antioch, Athena, Iskandariyah, Beirut, Konstaninopel, dan Gaza. Selanjutnya berkembang menjadi perguruan tinggi. Dalam periode itu mulailah muncul tafsir pada tepi halaman naskah, disebut dengan scholia.
c. Filologi di Zaman Renaisan Renaisans di mulai dari Italia pada abad ke-13, menyebar ke negara Eropa lainnya dan berakhir pada abad ke-16. Dalam arti sempit renaisan adalah periode yang di dalamnya kebudayaan klasik diambil lagi sebagai pedoman hidup; dan dalam arti luas adalah periode yang di dalamnya rakyat cenderung kepada dunia Yunani klasik atau kepada aliran humanisme . Pada abad ke-15 jatuhnya kerajaan Romawi Timur ke tangan bangsa Turki dan ahli filologi berpindah ke Eropa Selatan (Roma). Penemuan mesin cetak di Gitenberg (Jerman) menyebabkan perkembangn baru dalam bidang filologi. Di Eropa, filologi diterapkan untuk telaah naskah lama nonklasik. Abad ke-19 ilmu bahasa atau linguistik berkembang menjadi ilmu yag berdiri sendiri, terpisah dari ilmu filologi. Pada abad ke-20 pengertian filologi di Eropa daratan tetap seperti semula ialah telaah teks klasik, sedangkan di kawasan Angio-Sakson berubah menjadi linguistik.
B. Filologi di Kawasan Timur Tengah
Sejak abad ke-4 kota di Timur Tengah memiliki pusat studi berbagai ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani, seperti Gaza, Belrut, Edessa, dan Antioch. Abad ke-5 dilannda perpecahan gerejani maka para ahli filologi berpindah ke kawasan Persia. Dalam lembaga ini naskah Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Siria dan bahasa Arab. Kota Harra di Mesopotamia pernah menjadi pusat studi naskah Yunani, penduduknya yaitu Sabean, suku yang tergolong kuno dan mahir dalam bahasa Arab.
Zaman dinasi Abasiyah, dalam pemerintahan khalifah Mansur (754-775), Harun Alrasyid (786- 775), dan Makmun (809-833). Puncak perkembangan ilmu pengetahuan Yunani ada dalam pemerintakahn Makmun.
Sebelum kedatangan agama Islam Persia dan Arab memiliki karya yang terbilang mengagumkan misalnya Mu’allaqat dan Qasidah. Kegiatan meluas ke kawasan luar Negara Arab setelah Islam berkembang serta mistik Islam berkembang dengan maju di Persia, abad ke-10 hingga abad ke-11. Meluasnya kekuasaan dinasti Umayah ke Spanyol dan Andalusia pada abad ke-8 hingga abad ke-15 menyebabkan ilmu pengetahuan Yunani yang telah diserap oleh bangsa Arab kembali masuk ke Eropa dengan baju Islam. Abad ke-17 telaah teks klasik Arab dan Persia di eropa telah dipandang mantap, di Cambridge dan Oxford. Dan abad ke-18 didirikan pusat studi kebudayaan ketimuran oleh Sivester de Sacy dengan nama Ecole des Langues Orientales Vivantes. Sehingga lahirlah ahli orientalis Eropa, yaitu Etienne Qutremere (1782-1857), De Slane, De Sacy (bapak para orientalis di Eropa).
C. Filologi di Kawasan Asia: India
India adalah bangsa yang dipandang memiliki cukup dokumen peninggalan masa silam seperti prasasti dan naskah-naskah. Kontak langsung dengan bangsa Yunani ada pada zaman Raja Iskandar Zurkarnain yang mengadakan perjalanan sampai ke India pada abad ke-3 S.M. daerah Gadhara terdapat seni patung, bukti dari pengaruh Yunani. Patung Buddha yang dipahat seperti patung Apollo. Perpaduan antar budaya Yunani, Hindu, Buddha, dan Jaina dinamakan kebudayaan Gadhara, dan mencapai puncaknya pada zaman raja Kaniska Kusana (ke-78 – 100).
Abad ke-1 terjadi kkontak antara India dan Cina. Ada pula yang menterjemahkan naskah-naskah India ke dalam bahasa Cina, yaitu Fa-hian, Hiuen-tsing, dan I-tsing. Kontak India dengan bangsa Persi lebih awal dari bangsa-bangsa sebelumnya. Namun hubungan itu belum memberikan informasi yang mantap. Masuknya karya sastra India Pancatantra yang diterjemahkan ke dalam bahasa Persi. Alberuni, seorang Arab-Persi, pernah mengunjungi India pada tahun 1030 dan mempelajari naskah-naskah India untuk mengetahui kebudayaan bangsa itu.
1. Naskah-naskah India Kesusastraan Weda (kitab suci agama Hindu), kitab suci Brahmana, kitab Aranyaka, dan kitab Upanisad.
2. Telaah Filologi dari Naskah-naskah India
Sampai pertengahan abad ke-19 telah banyak dilakukan telaah terhadap karya sastra klasik India. Dengan telah dilakukan studi terhadap weda dan kitab-kitab agama Buddha lainnya dari segi materi perkembangan filologi di India telah dipandang lengkap. Semenjak tahun1850 banyak dilakukan kajian terhadap sastra klasik India secara ilmiah, dan diterbitkan sejumlah naskah dengan kritik teks.hingga pada awal abad ke-20 daftar tersebut sudah meliputi beribu-ribu naskah.
D. Filologi di Kawasan Nusantara
Kawasan Nusantara terbagi dalam banya kelompok etnis, memiliki bentuk kebudayaan khas, tanpa meninggalkan sifat kekhasan budaya Nusantara.
1. Naskah Nusantara dan Para Pedagang Barat Hasrat mengkaji naskah Nusantara timbul dengan kehadiran bangsa barat abad ke-16. Yang mengetahui pertama naskah lama adalah para pedagang. Dan maraknya perdagangan naskah kuno. Peter Floris dan Pieter Wilemsz van el binck adalah seseorang bergerak dalam perdaangan naskah kuno. Di zaman VOC usaha mempelajari bahasa-bahasa Nusantara hampir terbatas pada bahasa Melayu.
2. Telaah Naskah Nusantara oleh Para Penginjil Sesuai dengan teori filologi, sastra lisan termasuk kajian filologi, maka diantara penginjil ada yang mengkaji sastra lisan daerah yang didatanginya, karena kelompok etnis belum mengenal huruf sehingga budayanya masih disimpan dalam sastra lisan, seperti daerah Toraja oleh. N. Adriani dan Kruijt.
3. Kegiatan Filologi terhadap Naskah Nusantara Kehadiran NBG ke Indonesia mendorong tumbuhnya kegiatan untuk meneliti naskah-nasah Nusantara. Minat itupuun timbul pada para tenaga Belanda dan Inggris. Kajian ahli filologi bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisis isinya dengan menggunakan metode intuitif atau diplomatik.
Perkembangan selanjutnya disunting dalam bentuk transliterasi huruf Latin dan berkembang lagi dalam bentuk bahasa asing terutama bahasa Belanda. Adanya telaah naskah untuk tujuan pembahasan isinya, yang ditinjau dari berbagai disiplin.
Kegiatan filologi terhadap naskah Nusantara, mendorong berbagai kegiatan ilmiah, terutama dimanfaatkan oleh disiplin humaniora dan disiplin ilmu-ilmu social. Semua kegiatan itu telah memenuhi tujuan filologi, ialah melalui telaah naskah-naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan telaah mengangkat nili-nilai luhur yang tersimpan di dalamnya.
SEPUTAR ISTILAH FILOLOGI
Bagi para cendekiawan yang berkecimpung di bidang ilmu humaniora, kata “filologi” bukanlah sebuah kata asing yang sama sekali belum pernah didengar. Kata “filologi” justru sangat akrab di telinga mereka karena bagaimana pun ilmu yang mereka geluti pasti ada hubungannya dengan “filologi”, entah ilmu itu menjadi ilmu bantu bagi “filologi” entah sebaliknya. Namun, apa sebenarnya “filologi” itu? Ada banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, yang jika disatukan kiranya akan saling melengkapi.

Menurut Kamus Istilah Filologi (Baroroh Baried, R. Amin Soedoro, R. Suhardi, Sawu, M. Syakir, Siti Chamamah Suratno: 1977), filologi merupakan ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraan-nya. Hal serupa diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: 1988). Sementara itu dalam Leksikon Sastra (Suhendra Yusuf: 1995) dikatakan bahwa dalam cakupan yang luas filologi berarti seperti tersebut di atas, sedangkan dalam cakupan yang lebih sempit, filologi merupakan telaah naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik, dan makna yang terkandung di dalam naskah itu.

Tidak jauh berbeda dari definisi-definisi di atas Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain) (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain: 1994) menekankan bahwa filologi meneliti dan membahas naskah-naskah lama sebagai hasil karya sastra untuk mengetahui bahasa, sastra, dan budaya bangsa melalui tulisan dalam naskah itu. Sementara W.J.S. Poerwadarminta (1982) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia lebih menekankan bahwa filologi mempelajari kebudayaan manusia terutama dengan menelaah karya sastra atau sumber-sumber tertulis.

Sebagai bukti bahwa ilmu lain pun menaruh perhatian terhadap filologi atau bahkan memerlukan filologi, Koentjaraningrat, dkk. (1984) dalam Kamus Istilah Antropologi mengungkapkan filologi sebagai ilmu yang mempelajari bahasa kesusastraan dan sejarah moral dan intelektual dengan menggunakan naskah kuno sebagai sumber.

Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986) dalam Pemandu di Dunia Sastra mengungkapkan asal kata filologi, yaitu “philos” dan “logos” yang berarti cinta terhadap kata. Sementara itu tugas seorang filolog adalah membanding-bandingkan naskah-naskah kuno untuk melacak versi yang asli, lalu menerbitkannya dengan catatan kritis.

Webster’s New Collegiate Dictionary (1953) mendefinisi-kan filologi ke dalam tiga hal, yaitu:
  • cinta pengetahuan atau cinta sastra, yaitu studi sastra, dalam arti luas termasuk etimologi, tata bahasa, kritik, sejarah sastra dan linguistik;
  • ilmu linguistik;
  • studi tentang budaya orang-orang beradab sebagaimana dinyatakan dalam bahasa, sastra, dan religi mereka, termasuk studi bahasa dan perbandingannya dengan bahasa serumpun, studi tata bahasa, etimologi, fonologi, morfologi, semantik, kritik teks, dll.
Berbeda dengan kamus yang lain, Dictionary of World Literature (Joseph T. Shipley, ed.: 1962) memuat definisi filologi secara panjang lebar. Dalam kamus ini dijelaskan asal kata filologi dan orang-orang yang pertama kali menggunakan kata itu. Di samping itu dijelaskan pula perkembangan ilmu filologi di beberapa tempat. Misalnya pada abad ke-19 istilah filologi di Inggris selalu berhubungan dengan ilmu linguistik. Filologi juga termasuk dalam teori sastra dan sejarah sastra. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa kritik sastra tidak mungkin ada tanpa filologi.
Jika setiap definisi tersebut kita cermati lebih lanjut, setidak-tidaknya sebagian kecil dari masing-masing definisi ada yang sama. Setiap definisi menggolongkan filologi sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan. Filologi berhubungan erat dengan bahasa, sastra, dan budaya. Filologi menelaah bahasa, sastra, dan budaya itu dengan bersumber pada naskah-naskah kuno. Dari naskah-naskah kuno itu dapat diketahui pula perkembangan bahasa, sastra, budaya, moral, dan intelektual suatu bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar