Pengertian
Filologi
- Pengertian Filologi
a.
Filologi berasal dari bahasa Yunani philein,
"cinta" dan logos, "kata".
Filologi merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah manuskrip, biasanya dari zaman kuno.
- Menurut Kamus Istilah Filologi (Baroroh Baried, R. Amin Soedoro, R. Suhardi, Sawu, M. Syakir, Siti Chamamah Suratno: 1977), filologi merupakan ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraan-nya
- Sementara itu dalam Leksikon Sastra (Suhendra Yusuf: 1995) dikatakan bahwa dalam cakupan yang luas filologi berarti seperti tersebut di atas, sedangkan dalam cakupan yang lebih sempit, filologi merupakan telaah naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik, dan makna yang terkandung di dalam naskah itu.
- Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain) (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain: 1994) menekankan bahwa filologi meneliti dan membahas naskah-naskah lama sebagai hasil karya sastra untuk mengetahui bahasa, sastra, dan budaya bangsa melalui tulisan dalam naskah itu.
- Sementara W.J.S. Poerwadarminta (1982) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia lebih menekankan bahwa filologi mempelajari kebudayaan manusia terutama dengan menelaah karya sastra atau sumber-sumber tertulis.
- Koentjaraningrat, dkk. (1984) dalam Kamus Istilah Antropologi mengungkapkan filologi sebagai ilmu yang mempelajari bahasa kesusastraan dan sejarah moral dan intelektual dengan menggunakan naskah kuno sebagai sumber.
- Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986) dalam Pemandu di Dunia Sastra mengungkapkan asal kata filologi, yaitu “philos” dan “logos” yang berarti cinta terhadap kata. Sementara itu tugas seorang filolog adalah membanding-bandingkan naskah-naskah kuno untuk melacak versi yang asli, lalu menerbitkannya dengan catatan kritis.
- Webster’s New Collegiate Dictionary (1953) mendefinisi-kan filologi ke dalam tiga hal, yaitu:
-
cinta pengetahuan atau cinta sastra,
yaitu studi sastra, dalam arti luas termasuk etimologi, tata bahasa, kritik,
sejarah sastra dan linguistik;
-
ilmu linguistik;
-
studi tentang budaya orang-orang
beradab sebagaimana dinyatakan dalam bahasa, sastra, dan religi mereka,
termasuk studi bahasa dan perbandingannya dengan bahasa serumpun, studi tata
bahasa, etimologi, fonologi, morfologi, semantik, kritik teks, dll.
i.
Dictionary of World Literature
(Joseph T. Shipley, ed.: 1962) memuat definisi filologi secara panjang lebar.
Dalam kamus ini dijelaskan asal kata filologi dan orang-orang yang pertama kali
menggunakan kata itu. Di samping itu dijelaskan pula perkembangan ilmu filologi
di beberapa tempat. Misalnya pada abad ke-19 istilah filologi di Inggris selalu
berhubungan dengan ilmu linguistik. Filologi juga termasuk dalam teori sastra
dan sejarah sastra. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa kritik sastra tidak
mungkin ada tanpa filologi.
Jika setiap definisi tersebut kita cermati lebih lanjut,
setidak-tidaknya sebagian kecil dari masing-masing definisi ada yang sama.
Setiap definisi menggolongkan filologi sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan.
Filologi berhubungan erat dengan bahasa, sastra, dan budaya. Filologi menelaah
bahasa, sastra, dan budaya itu dengan bersumber pada naskah-naskah kuno. Dari
naskah-naskah kuno itu dapat diketahui pula perkembangan bahasa, sastra,
budaya, moral, dan intelektual suatu bangsa
A. Ilmu
Bantu Filologi
Sebagaiman kita ketahui objek dari
penelitian filologi ialah naskah yang berisikan teks-teks kunoyang merupakan karya
dari pemikiran-pemikiran masyarakat zaman dahulu. Untuk mengethui
pemikiran-pemikiran itu kita harus menguasai ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan
teks tersebut. Penguasan bahasa teks tida terlepas dari pemahaman terhadap
masyarakat penghasil karya tersebut. Dengan demikian, teks tersebut harus
dilihat dari konteks masyarakat dan bangsa yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah
kita ambil kesimpulan bahwa dalam kajian filologi kita membutuhkan beberapa
ilmu sebagai penunjang dan penguat dari penelitian filologi teresebut. Seorang
ahli filolog harus menguasai kebudayaan, bahasa, dan pengetahguan dari
masyarakat yang menghasilkan karya tersebut.
a. Lingguistik
Linguistik merupakan suatu ilmu yang mempelajari bahsa yang
berkembang dalam masyarakat dan perkembangannya. Karena bahasa teks sangat
berbeda denagng bahasa sehari-hari masyarakat, maka seorang filolog harus
menguasai lingguistik. Lingguistik pada mulanya merupakan bagian atau cabang
ilmu dari filologi yang dipakai dalam metode penelitian filologi. Pada awal
abad 20, lingguistik memisahkan diri dan menjadi salah satu disiplin ilmu yang
berkembang di Eropa.
Dalam lingguistik, ada beberapa cabang ilmu yang dapat
membantu dalam penelitian filologi, diantaranya sebagai berikut :
Etimologi : ilmu yang mempelajari
asal-usul kata dan sejarah kata.
Sosiolingguistik : ilmu yang
mempelajari hubungan dan saling pengaruh antar perilaku bahasa dangan perilaku
masyarakat.
Stalistika : cabang ilmu yang
mengamati gaya bahasa, ilmu ini di usahakan agar dapat menyelidiki keaslian
naskah, dan menentukan usia naskah.
b. Pengetahuan
Bahasa yang Mempengaruhi Bahasa Teks
Seorang filolog dalam penelitian naskah, ia harus paham
bagaimana sebuah bahasa dapat mempengaruhi bahasa teks. Maksudnya dalam sebuah
naskah terdapat beraneka ragam teks yang memiliki bahasa berbeda-beda, untuk
itu para filolog harus mengenal atau mengetahui bahsa man yang telah menguasai
isi nasakah tersebut. Pengetahuan bahasa ini dapat membantu filolog dalam
memahami sebuah naskah.
c. Paleografi
Ilmu yang mempelajari tentang macam-macam tulisan kuno.[1]
Filologi tidak hanya membahas tulisan yang berupa naskah, tetapi filologi juga
membahas tulisan yang berada di benda-benda lainnya seperti makam, prasasti,
dan uang logam. Dalam pengkajian filologi, seorang filolog di harus mengetahui
dan mengerti akan macam-macam dan betuk tulisan kuno yang berkembang saat itu.
Paleografi biasanya bertujuan untuk :
Mengalihbahasakan
naskah bertulisan kuno, supaya dapat dibaca oleh masyarakat umum.
Menerjemahkan tulisan kuno ke bahasa
yang dapat orang memahaminya.
Mengkronologikan dan mengelampokan
benda-benda bersejarah pada tempatnya.
d. Ilmu Sastra
Naskah kuno yang berkembang di nusantara pada umunya berisi
teks sastra, teks yang berisikan cerita rekaan. Untuk menkaji teks seperti itu
diperlukan metode pendekata yang sesui dengan objeknya, yaitu metode pendekatan
ilmu satra. [2]
Pendekatan ilmu sastra yang dipakai dalam pengkajian
naskah-naskah yang berisikan teks sastra ialah :
Pendekatan mimetik, pendekatan yang
menonjolkan aspek referansil.
Pendekatan pragmatik, pendekatan
yang menojolkan penagruh karya sastra terhadap pembaca.
Pendekatan ekspresif, pendekatan
yang menonjolkan penulis karya sastra sebagai penciptanya.
Pendekatan objektif, pendekatan
memetingkan karya sastra sebagai struktur otonom, lepas dari latar belakang
sejarahnya.
Selain empat dari pendekatan di atas, baru-baru ini ada satu
lagi pendekatan yang dibahs oleh para sastrawan modern, pendekatan resptif,
pendekatan ini menitikberatkan kepada tanggapan pembaca atau penikmat sastra (
secara umum ),
e. Pengetahuan
tentang Agama
Selain naskah yang berisikan teks sastra, naskah-naskah
lainnya yang berkembang di nusantara ialah naska yang berisikan teks agama (
Islam, Budha dan Hindu ). Untuk memahami teks-teks yang berbau keagamaan
seorang filolog harus menguasai seluk beluk agama yang memiliki naskah
tersebut. Dalam penelitiannya, filolog memakai metode pendekatan agama.
f. Sejarah
Kebudayaan
Dalam pengkajian secara historis terhadap karya-karya lama
diperlukan pengetahuan sejarah kebudayaan. Lewat sejarah kebudayaan dapat
diketahui pertumbuhan dan perkembangan unsur budaya suatu bangsa. Kita
mempelajari kebudayan suatu masyarakat untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman
masyarakat pada waktu itu dalam menuliskan pemikirannya dalam sebuah karya tulisan
( naskah ).
g. Antropologi
Telah dijelaskan di muka bahwa
penggarapan naskah tidak dapat dilepaskan dari konteks masyarakat dan budaya
yang melahirkannya. Untuk itu seorang filologdapat memnfaatkan hasil kajian
atau metode antroplogi sebagai ilmu yang objek penyelidikanya manusia dari segi
fisiknya, masyarakatnya dan kebudayaannya. Masalah yang bersangkutan dengan
antropologi antara lain adanya sikap masyarakat dalam pemeliharaan naskah
tersebut, apakah masyrakat menganggapnya sebagai benda kramat atau tidak .
Dalam perkembangan antroplogi, pada
abad ke-20, folklor memisahkan diri dari cabang ilmu antroplogi. Folklor
merupakan ilmu yang mempelajari tentang bahasa lisan dan upacara-upacara yang
dianggap kramat oleh masyarakat. Bahasa lisan yang menjadi objek bagi folklor
sangat membantu filolog dalam memahami dan mempelajari bahasa lisan suatu
masyarakat.
Sejarah Perkembangan
Filologi
Ilmu filologi Yunani lama merupakan ilmu penting
yang menyajikan kebudayaan Yunani lama yang tetap berperan dalam memperluas dan
memperdalam pengetahuan mengenai sumber dari segala ilmu pengetahuan, namun
tidak hanya berpengaruh dalam dunia barat tetapi juga kawasan timur tengah,
Asia dan asia Tenggara, dan kawasan Nusantara. Ilmu filologi pun berakar pada
kebudayaan Yunani kuno.
A. Filologi di Eropa Daratan
Ilmu filologi berkembang di kawasan kerajaan
Yunani, yaitu di kota Iskandariyah di benua Afrika pantai utara.
1. Awal Pertumbuhannya
Awal kegiatan filologi di kota Iskandaria oleh
bangsa Yunani pada abad ke-3 S.M. dengan membaca naskah Yunani lama yang mulai
ditulis pada abad ke-8 S.M. dalam huruf Yunani kuno (Huruf bangsa Funisia).
Naskah itu berkali-kali disalin sehingga mengalami perubahan dari bentuk
aslinya.
Para penggarap naskah-naskah itu dikenal dengan
ahli filologi, di cetus oleh Eratosthenes. Para ahli filologi memiliki ilmu
yang luas karena dalam memahami isi naskah perlu mengetahui huruf, bahasa, dan
ilmu yang dikandungnya. Dan kemudian menuliskannnya kembali sehingga dapat
diketahui oleh masyarakat pada waktu itu.
Metode yang digunakan untuk menelaah naskah
dikenal dengan ilmu filologi. Metode taraf awal berkembang dari abad ke abad
hingga kini. Para ahli menguasai ilmu dan kebudayaan Yunani lama yang dikenal
dengan aliran Iskandariyah.
Naskah yang ditulis oleh para budak belian yang
diperdagangkan di sekitar laut tengah ini bertujuan untuk kegiatan perdagangan.
Namun sering terjadi penyimpangan karena tidak memiliki kesadaran terhadap
nilai keotentikan naskah lama. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan yang
musti dilakukan oleh ahli filologi. Kerusakan atau kekorupan bahasa terjadi
karena ketidaksengajaan, bukan ahli dalam ilmu yang ditulis, atau karena
keteledoran penyalin.
Sesudah Iskandariyah jatuh ke dalam kekuasaan
Romawi, kegiatan filologi berpindah ke Eropa selatan, berpusat di kota Roma
dengan melanjutkan filologi Yunani (meneruskan mazhab Iskandariyah) yang tetap
menjadi bahan telaah utama dan bahasa Yunanai tetap digunakan. Pada abad ke-1
perkembangan tradisi berupa pembuatan resensi terhadap naskah berkelanjutan
hingga pecahnya kerajaan Romawi pada abad ke-4 menjadi kerajaan Romawi Barat
dan Romawi Timur. Dan mempengaruhi perkembangan filologi selanjutnya.
2. Filologi di Romawi Barat
a. Filologi di Romawi Barat Penggarapan di
arahkan kepada naskah-naskah dalam bahasa latin yang berupa puisi dan prosa,
sejak abad ke-3 telah digarap secara filologi. Bahasa latin menjadi bahasa ilmu
pengetahuan. Adapun telaah naskah keagamaan yang dilakukan oleh pendeta dan
berakibat pada naskah Yunani yang mulai ditinggalkan, bahkan dipandang naskah
yang berisikan paham jahiliyah sehingga terjadi kemunduran.
b. Filologi di Romawi Timur Telah muncul
pusat-pusat teks Yunani, misalnya di Antioch, Athena, Iskandariyah, Beirut,
Konstaninopel, dan Gaza. Selanjutnya berkembang menjadi perguruan tinggi. Dalam
periode itu mulailah muncul tafsir pada tepi halaman naskah, disebut dengan
scholia.
c. Filologi di Zaman Renaisan Renaisans di mulai
dari Italia pada abad ke-13, menyebar ke negara Eropa lainnya dan berakhir pada
abad ke-16. Dalam arti sempit renaisan adalah periode yang di dalamnya
kebudayaan klasik diambil lagi sebagai pedoman hidup; dan dalam arti luas
adalah periode yang di dalamnya rakyat cenderung kepada dunia Yunani klasik
atau kepada aliran humanisme . Pada abad ke-15 jatuhnya kerajaan Romawi Timur
ke tangan bangsa Turki dan ahli filologi berpindah ke Eropa Selatan (Roma).
Penemuan mesin cetak di Gitenberg (Jerman) menyebabkan perkembangn baru dalam
bidang filologi. Di Eropa, filologi diterapkan untuk telaah naskah lama
nonklasik. Abad ke-19 ilmu bahasa atau linguistik berkembang menjadi ilmu yag
berdiri sendiri, terpisah dari ilmu filologi. Pada abad ke-20 pengertian filologi
di Eropa daratan tetap seperti semula ialah telaah teks klasik, sedangkan di
kawasan Angio-Sakson berubah menjadi linguistik.
B. Filologi di Kawasan Timur Tengah
Sejak abad ke-4 kota di Timur Tengah memiliki
pusat studi berbagai ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani, seperti Gaza,
Belrut, Edessa, dan Antioch. Abad ke-5 dilannda perpecahan gerejani maka para
ahli filologi berpindah ke kawasan Persia. Dalam lembaga ini naskah Yunani
diterjemahkan ke dalam bahasa Siria dan bahasa Arab. Kota Harra di Mesopotamia
pernah menjadi pusat studi naskah Yunani, penduduknya yaitu Sabean, suku yang
tergolong kuno dan mahir dalam bahasa Arab.
Zaman dinasi Abasiyah, dalam pemerintahan
khalifah Mansur (754-775), Harun Alrasyid (786- 775), dan Makmun (809-833).
Puncak perkembangan ilmu pengetahuan Yunani ada dalam pemerintakahn Makmun.
Sebelum kedatangan agama Islam Persia dan Arab
memiliki karya yang terbilang mengagumkan misalnya Mu’allaqat dan Qasidah.
Kegiatan meluas ke kawasan luar Negara Arab setelah Islam berkembang serta
mistik Islam berkembang dengan maju di Persia, abad ke-10 hingga abad ke-11.
Meluasnya kekuasaan dinasti Umayah ke Spanyol dan Andalusia pada abad ke-8
hingga abad ke-15 menyebabkan ilmu pengetahuan Yunani yang telah diserap oleh
bangsa Arab kembali masuk ke Eropa dengan baju Islam. Abad ke-17 telaah teks
klasik Arab dan Persia di eropa telah dipandang mantap, di Cambridge dan
Oxford. Dan abad ke-18 didirikan pusat studi kebudayaan ketimuran oleh Sivester
de Sacy dengan nama Ecole des Langues Orientales Vivantes. Sehingga lahirlah
ahli orientalis Eropa, yaitu Etienne Qutremere (1782-1857), De Slane, De Sacy
(bapak para orientalis di Eropa).
C. Filologi di Kawasan Asia: India
India adalah bangsa yang dipandang memiliki cukup
dokumen peninggalan masa silam seperti prasasti dan naskah-naskah. Kontak
langsung dengan bangsa Yunani ada pada zaman Raja Iskandar Zurkarnain yang
mengadakan perjalanan sampai ke India pada abad ke-3 S.M. daerah Gadhara
terdapat seni patung, bukti dari pengaruh Yunani. Patung Buddha yang dipahat
seperti patung Apollo. Perpaduan antar budaya Yunani, Hindu, Buddha, dan Jaina
dinamakan kebudayaan Gadhara, dan mencapai puncaknya pada zaman raja Kaniska
Kusana (ke-78 – 100).
Abad ke-1 terjadi kkontak antara India dan Cina.
Ada pula yang menterjemahkan naskah-naskah India ke dalam bahasa Cina, yaitu
Fa-hian, Hiuen-tsing, dan I-tsing. Kontak India dengan bangsa Persi lebih awal
dari bangsa-bangsa sebelumnya. Namun hubungan itu belum memberikan informasi
yang mantap. Masuknya karya sastra India Pancatantra yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Persi. Alberuni, seorang Arab-Persi, pernah mengunjungi India pada
tahun 1030 dan mempelajari naskah-naskah India untuk mengetahui kebudayaan
bangsa itu.
1. Naskah-naskah India Kesusastraan Weda (kitab suci
agama Hindu), kitab suci Brahmana, kitab Aranyaka, dan kitab Upanisad.
2. Telaah Filologi dari Naskah-naskah India
Sampai pertengahan abad ke-19 telah banyak
dilakukan telaah terhadap karya sastra klasik India. Dengan telah dilakukan
studi terhadap weda dan kitab-kitab agama Buddha lainnya dari segi materi
perkembangan filologi di India telah dipandang lengkap. Semenjak tahun1850
banyak dilakukan kajian terhadap sastra klasik India secara ilmiah, dan
diterbitkan sejumlah naskah dengan kritik teks.hingga pada awal abad ke-20
daftar tersebut sudah meliputi beribu-ribu naskah.
D. Filologi di Kawasan Nusantara
Kawasan Nusantara terbagi dalam banya kelompok
etnis, memiliki bentuk kebudayaan khas, tanpa meninggalkan sifat kekhasan
budaya Nusantara.
1. Naskah Nusantara dan Para Pedagang Barat
Hasrat mengkaji naskah Nusantara timbul dengan kehadiran bangsa barat abad
ke-16. Yang mengetahui pertama naskah lama adalah para pedagang. Dan maraknya
perdagangan naskah kuno. Peter Floris dan Pieter Wilemsz van el binck adalah
seseorang bergerak dalam perdaangan naskah kuno. Di zaman VOC usaha mempelajari
bahasa-bahasa Nusantara hampir terbatas pada bahasa Melayu.
2. Telaah Naskah Nusantara oleh Para Penginjil
Sesuai dengan teori filologi, sastra lisan termasuk kajian filologi, maka
diantara penginjil ada yang mengkaji sastra lisan daerah yang didatanginya,
karena kelompok etnis belum mengenal huruf sehingga budayanya masih disimpan
dalam sastra lisan, seperti daerah Toraja oleh. N. Adriani dan Kruijt.
3. Kegiatan Filologi terhadap Naskah Nusantara
Kehadiran NBG ke Indonesia mendorong tumbuhnya kegiatan untuk meneliti
naskah-nasah Nusantara. Minat itupuun timbul pada para tenaga Belanda dan
Inggris. Kajian ahli filologi bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisis
isinya dengan menggunakan metode intuitif atau diplomatik.
Perkembangan selanjutnya disunting dalam bentuk
transliterasi huruf Latin dan berkembang lagi dalam bentuk bahasa asing
terutama bahasa Belanda. Adanya telaah naskah untuk tujuan pembahasan isinya,
yang ditinjau dari berbagai disiplin.
Kegiatan filologi terhadap naskah Nusantara,
mendorong berbagai kegiatan ilmiah, terutama dimanfaatkan oleh disiplin
humaniora dan disiplin ilmu-ilmu social. Semua kegiatan itu telah memenuhi
tujuan filologi, ialah melalui telaah naskah-naskah dapat membuka kebudayaan
bangsa dan telaah mengangkat nili-nilai luhur yang tersimpan di dalamnya.
SEPUTAR
ISTILAH FILOLOGI
Bagi para cendekiawan yang
berkecimpung di bidang ilmu humaniora, kata “filologi” bukanlah sebuah kata
asing yang sama sekali belum pernah didengar. Kata “filologi” justru sangat
akrab di telinga mereka karena bagaimana pun ilmu yang mereka geluti pasti ada
hubungannya dengan “filologi”, entah ilmu itu menjadi ilmu bantu bagi
“filologi” entah sebaliknya. Namun, apa sebenarnya “filologi” itu? Ada banyak
definisi yang dikemukakan oleh para ahli, yang jika disatukan kiranya akan
saling melengkapi.
Menurut Kamus Istilah Filologi (Baroroh Baried, R. Amin Soedoro, R. Suhardi, Sawu, M. Syakir, Siti Chamamah Suratno: 1977), filologi merupakan ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraan-nya. Hal serupa diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: 1988). Sementara itu dalam Leksikon Sastra (Suhendra Yusuf: 1995) dikatakan bahwa dalam cakupan yang luas filologi berarti seperti tersebut di atas, sedangkan dalam cakupan yang lebih sempit, filologi merupakan telaah naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik, dan makna yang terkandung di dalam naskah itu.
Tidak jauh berbeda dari definisi-definisi di atas Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain) (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain: 1994) menekankan bahwa filologi meneliti dan membahas naskah-naskah lama sebagai hasil karya sastra untuk mengetahui bahasa, sastra, dan budaya bangsa melalui tulisan dalam naskah itu. Sementara W.J.S. Poerwadarminta (1982) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia lebih menekankan bahwa filologi mempelajari kebudayaan manusia terutama dengan menelaah karya sastra atau sumber-sumber tertulis.
Sebagai bukti bahwa ilmu lain pun menaruh perhatian terhadap filologi atau bahkan memerlukan filologi, Koentjaraningrat, dkk. (1984) dalam Kamus Istilah Antropologi mengungkapkan filologi sebagai ilmu yang mempelajari bahasa kesusastraan dan sejarah moral dan intelektual dengan menggunakan naskah kuno sebagai sumber.
Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986) dalam Pemandu di Dunia Sastra mengungkapkan asal kata filologi, yaitu “philos” dan “logos” yang berarti cinta terhadap kata. Sementara itu tugas seorang filolog adalah membanding-bandingkan naskah-naskah kuno untuk melacak versi yang asli, lalu menerbitkannya dengan catatan kritis.
Webster’s New Collegiate Dictionary (1953) mendefinisi-kan filologi ke dalam tiga hal, yaitu:
- cinta pengetahuan atau cinta sastra, yaitu studi sastra, dalam arti luas termasuk etimologi, tata bahasa, kritik, sejarah sastra dan linguistik;
- ilmu linguistik;
- studi tentang budaya orang-orang beradab sebagaimana dinyatakan dalam bahasa, sastra, dan religi mereka, termasuk studi bahasa dan perbandingannya dengan bahasa serumpun, studi tata bahasa, etimologi, fonologi, morfologi, semantik, kritik teks, dll.
Berbeda dengan kamus yang lain,
Dictionary of World Literature (Joseph T. Shipley, ed.: 1962) memuat definisi
filologi secara panjang lebar. Dalam kamus ini dijelaskan asal kata filologi
dan orang-orang yang pertama kali menggunakan kata itu. Di samping itu
dijelaskan pula perkembangan ilmu filologi di beberapa tempat. Misalnya pada
abad ke-19 istilah filologi di Inggris selalu berhubungan dengan ilmu
linguistik. Filologi juga termasuk dalam teori sastra dan sejarah sastra. Lebih
lanjut dijelaskan pula bahwa kritik sastra tidak mungkin ada tanpa filologi.
Jika setiap definisi tersebut kita
cermati lebih lanjut, setidak-tidaknya sebagian kecil dari masing-masing
definisi ada yang sama. Setiap definisi menggolongkan filologi sebagai sebuah
cabang ilmu pengetahuan. Filologi berhubungan erat dengan bahasa, sastra, dan
budaya. Filologi menelaah bahasa, sastra, dan budaya itu dengan bersumber pada
naskah-naskah kuno. Dari naskah-naskah kuno itu dapat diketahui pula
perkembangan bahasa, sastra, budaya, moral, dan intelektual suatu bangsa.